Wednesday, March 20, 2013

Power Within You

Pada sebuah festival kesenian seorang penjual balon melepaskan satu balon warna hijau ke udara, dan beberapa saat kemudian dia melepaskan satu buah balon lagi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menarik perhatian pengunjung festival.

Kemudian seorang anak berumur 6 tahun menghampiri penjual balon tersebut, dan bertanya "Kalau balon berwarna merah dilepaskan apakah bisa terbang ke udara juga ?"

Kemudian si penjual balon berkata "Yang membuat balon tersebut terbang ke udara bukan karena warnanya. Tidak peduli mau warna merah, hitam, biru, atau warna lainnya semuanya tetap bisa terbang. Karena yang membuatnya bisa terbang ke udara adalah gas yang terdapat dalam balon tersebut.

Cerita yang begitu luar biasa ini saya kutip dari buku international best seller karangan Shiv Kera berjudul You Can Win. Pada dasarnya balon dalam cerita tersebut sama seperti manusia. Manusia dapat berhasil mencapai puncak kesuksesan karena kekuatan yang dimiliki dari dalam dirinya sendiri.

P.O.W.E.R atau Kekuatan seperti apa yang mampu membuat seseorang lebih berhasil dari sebelumnya ?

P = Positive
Apapun yang Anda pikirkan, Anda katakan, Anda perbuat lakukanlah dengan positif. Berawal dari pikiran atau mind-set kita. Jika Anda mau menanam dan memelihara mind-set yang negatif, konsekuensinya apa yang dihasilkan dari pikirkan tersebut tidak akan positif.

O = Optimist
Melihat kondisi sulit, mendengar komentar negatif orang lain terhadap kita, mengalami kegagalan terus menerus umumnya membuat kita menjadi down dan pesimis. Manusiawi sekali memang, tapi mau sampai kapan jadi pesimis ?,

Seumur hidup ? Saya lebih memilih bangkit dan coba lagi. Gagal dan mengalami penolakan sudah biasa, tapi yang luar biasa adalah keyakinan dalam diri setiap orang.

W = Willingness
Yakin saja tidak cukup, seseorang memang harus ada kemauan dan action untuk mewujudkannya. Kalau ditanya mau berhasil ?, pasti semua mau berhasil. Tapi kata orang bijak will is not enough, you have to do. Kalau memang sudah tidak ada kemauan berhasil, ini perkara sudah repot. Orang tersebut harus menolong dirinya sendiri

E = Enthusiasm
Manusia kalau tidak punya antusiasme sama seperti mobil kehabisan bensin. Sebagus dan semahal apapun mobilnya kalau tidak ada bensin percuma saja. Sama seperti kita kalau punya impian yang luar biasa, mind-set yang positif, tapi ketika mulai action tidak punya antusiasme maka semuanya sia-sia.

R = Refill
Batu baterai saja ada waktunya habis, apalagi dengan kekuatan dalam diri kita. Adalakalanya kita memasuki masa sulit, sehingga kekuatan dalam diri kita semakin melemah. Apa yang harus kita lakukan ? Isi ulang (refill) kekuatan Anda. Dengan apa ?
Isi dengan sesuatu yang mampu meningkatkan power Anda kembali. Baca buku, fokus pada achievement pada masa lalu, bangkitkan kembali potensi, masukkan informasi yang positif ke telinga Anda.

Jadi jangan khawatirkan latar belakang Anda, apapun pendidikan Anda baik itu lulusan lokal maupun lulusan impor, pesona fisik Anda cantik atau kurang cantik....karena bukan itu semua yang menentukan seberapa tingginya Anda akan mencapai kesuksesan tapi lebih kepada POWER yang ada dalam diri Anda.

Selamat mengembangkan Power Anda

http://zilzaal.blogspot.com/2012/10/the-power-within-you.html

Tuesday, March 19, 2013

Jadilah Pelita

Di kirim oleh seseorang dengan nick _MIAMI_

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.” Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”


Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”


Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.


Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. 

Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”

Si buta tertegun..


Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.” Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.” Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.


Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?” Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”


Senyap sejenak.


secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?” Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.


Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.

Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).


Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.


Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.


Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.


Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.


Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.


Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.


Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.


Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.



http://www.emotivasi.com/2012/01/30/jadilah-pelita/#more-417

Thursday, March 14, 2013

Kisah si Tukang batu

Dikirim oleh seseorang dengan nick "_Miami_".

KISAH SI TUKANG BATU

Alkisah, ada seorang tukang batu yang melihat seorang pejabat yang naik mobil mewah. Lalu, ia berandai-andai.. jika bisa menjadi seperti pejabat itu, wah.., betapa bahagianya dia! Eh, harapannya didengar. Jadilah dia p
ejabat tinggi yang disegani, dihormati, dan pergi ke mana-mana naik mobil mewah.

Suatu hari, saat turun dari mobilnya, matahari bersinar amat terik sehingga dia kepanasan. Batinnya, "Matahari lebih hebat dari saya nih. Saya bisa kepanasan begini. Mendingan saya jadi matahari saja deh.." Harapannya didengar lagi. Jadilah dia matahari. Wah, dia sangat senang bisa menyinari bumi dengan panasnya. Pokoknya, tidak ada yang tahan dan tidak ada yang bisa melawan.

Nah, saat dia sedang asyik menyinari bumi, lewatlah awan yang menutupi sinarnya. Dia mengomel, "Kurang ajar nih awan, dia lebih hebat karena bisa menutupi cahayaku. Saya mau jadi awan saja deh!" Maka jadilah dia awan. Tapi tidak lama kemudian, dia ditiup pergi oleh angin.

"Waduh.., saya kalah sama angin. Angin ini kuat sekali! Lebih baik saya jadi angin, bisa menghembus semua hal di dunia ini hingga tiada sisa!" Maka, dia menjadi angin puyuh. Tapi saat sedang beraksi, ternyata ada satu benda yang tidak bisa dihembusnya. Bahkan, bergerak pun tidak. Itu adalah batu besar.

"Wah batu ini lebih kuat dari saya. Tidak bergerak sedikit pun saat saya hembus. Saya mau jadi batu besar saja!" Akhirnya dia pun menjadi batu. Tapi tidak lama kemudian, ada yang menghantamnya. Rupanya, ada tukang batu yang sedang berusaha menghancurkannya. Maka akhirnya orang yang menjadi batu itu hancur dalam ketidakpuasannya..

Pesan moral dari cerita di atas:

Bersyukurlah dalam segala hal. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Yang Maha Kuasa sudah memberikan yang terbaik bagi kita. Berkah, berkat, dan rezeki-Nya untuk kita yang percaya dan mau berjuang keras. Semangat pagi, selamat beraktivitas. Salam sukses luar biasa!

http://www.facebook.com/yeseverythingispossible?ref=stream

Sunday, January 27, 2013

Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Tuhan yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirup.
 
Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.
 
Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan kopi gula pasir. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti. Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan.
 
Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirup. Dari segi eksistensi, sirup tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirup." Bukan es manis.
 
Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirup mangga, es sirup lemon, kokopandan," dan seterusnya. Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirup, "Andai aku seperti kamu. "Sosok gula pasir dan sirup merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk orang banyak. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.
 


Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirup dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja gula pasir mengerti bahwa sirup terbaik justru yang berasal dari gula pasir asli. Kalau saja para penggiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirup!
 
Dalam kehidupan keseharian kita entah di kantor, di lingkungan rumah, maupun lingkungan profesi sekalipun, seringkali kita mendapati ada orang-orang tertentu seperti gula pasir yang banyak berjasa bagi orang lain tetapi tidak terliat, tidak mendapatkan apresiasi yang layak, dihargai sumbangsihnya, maupun yang lebih ekstrim adalah dianggap sosok pelangkap semata, bahkan dicibir dan diremehkan.
 
Tak mengapa! Gula pasir tetaplah bagaikan sosok mutiara di antara lapiran pekat Lumpur atau buah kelapa diantara rimbuan pohon di hutan belantara... yang
Tetap memancarkan cahaya ketulusan hati.
Kalo ngelihat dari tagline judulnya, saya yakin bahwa sebagian besar orang yang membacanya akan berpikir bahwa pernyataan tersebut udah nggak up to date lagi. Udah banyak yang sering membicarakan tentang hal tersebut, tapi yang namanya hidup di dunia yang keras ini kita emang harus selalu saling mengingatkan. Ibaratnya seperti pisau yang semakin diasah yah semakin tajam.

Balik membahas tentang kegagalan, mari kita ambil contoh Albert Einstein. Kisah singkat tentang perjalananan hidupnya mungkin bisa sebagai bahan cerita yang dapat memberikan kita motivasi. Seseorang yang sering mengalami kegagalan di masa mudanya namun berakhir sebagai salah satu genius sepanjang masa.

Tahu apa rahasianya? Dia tidak pernah menyerah.

"Pemenang tidak pernah berhenti dan mereka yang berhenti tidak akan pernah menang."

Saat mencoba mendaftar di Eidgenosische Technische Hochschule (ETH) untuk mendapatkan diploma Electric Engineer-nya, Einstein ternyata gagal dalam ujian masuk. Tapi dia tidak berhenti disitu, Einstein kemudian memilih melanjutkan sekolahnya di Aarau.

"Jangan biarkan sejarah masa lalumu membunuh takdir masa depanmu."

Siapa yang bisa menyangka ternyata pada masa-masa awal dia bersekolah, Einstein bahkan pernah dianggap oleh beberapa guru mengalami gangguan mental. Itu karena dia selalu saja berdiam diri, duduk di belakang kelas sembari tersenyum-senyum sendiri.

"Orang-orang tidak gagal, mereka hanya berhenti untuk mencoba."

Pada tahun 1900 ketika Albert Einstein telah lulus dari Polytechnic dan mendapatkan diploma guru Matematika dan Fisika, dia menghabiskan masa frustasi dua tahun setelahnya untuk mencari pekerjaan yang tak kunjung di dapatnya. Namun lihatlah, pada tahun 1908 dia bahkan dianggap sebagai seorang pemimpin di bidang sains. Dan tahun-tahun berikutnya dia menjadi professor di beberapa universitas. Dan hingga masa sekarang ini, siapa sih yang nggak mengenal Albert Einstein?

Merujuk dari kegagalan Einstein hingga kesuksesannya yang luar biasa, kenapa kita tidak bisa menjadi seperti dia? Menjadikan kegagalan sebagai kunci penyemangat menggapai kesuksesan kita. Memandang kegagalan itu sebagai sebuah celah, hingga yang dapat memisahkannya dengan keberhasilan hanyalah dari cara kita memandang dan tindakan yang akan kita ambil mengenainya. Hal itulah yang akan membuat perbedaan.

Kegagalan itu sebenarnya bukan ketika kita jatuh, akan tetapi ketika kita tidak pernah lagi berdiri setelah terjatuh.


Kata-Kata Bijak:
“Hidup itu seperti bersepeda. Untuk tetap menjaga keseimbangan, kamu harus tetap bergerak."
Albert Einstein

"Belajar dari hari kemarin, hidup untuk hari ini, berharap untuk hari esok. Dan yang terpenting adalah jangan pernah berhenti bertanya-tanya."
Albert Einstein



copas dari http://1001motivations.blogspot.com/2010/11/kegagalan-bukan-akhir-dunia.html
Katak Dan Siput

Ada seekor siput selalu memandang sinis terhadap katak. Suatu hari, katak yang kehilangan kesabaran akhirnya berkata kepada siput: “Tuan siput, apakah saya telah melakukan kesalahan, sehingga Anda begitu membenci saya?”

Siput menjawab: “Kalian kaum katak mempunyai empat kaki dan bisa melompat ke sana ke mari, Tapi saya mesti membawa cangkang yang berat ini, merangkak di tanah, jadi saya merasa sangat sedih.”

Katak menjawab: “Setiap kehidupan memiliki penderitaannya masing-masing, hanya saja kamu cuma melihat kegembiraan saya, tetapi kamu tidak melihat penderitaan kami (katak).”

Dan seketika, ada seekor elang besar yang terbang ke arah mereka, siput dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan katak dimangsa oleh elang.

Nikmatilah kehidupanmu, tidak perlu dibandingkan dengan orang lain. keirian hati kita terhadap orang lain akan membawa lebih banyak penderitaan. Lebih baik pikirkanlah apa yang kita miliki. Hal tersebut akan membawakan lebih banyak rasa syukur dan kebahagiaan bagi kita sendiri.

Friday, January 18, 2013

Kisah Seekor Lalat Yang Terperangkap

Seekor lalat terperangkap dlm pintu kaca yg tertutup rapat.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang si lalat itu nampak kelelahan & kelaparan.

Esok paginya nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai.


Sekelompok semut serentak mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati.


Seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua


“Mengapa dia sekarat?”.


“Oh.. itu sering terjadi, ada saja lalat yg seperti ini, sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh² telah berjuang keras berusaha keluar dari kaca itu namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan mati”.


Semut kecil itu bertanya lagi “Aku masih tak mengerti, bukannya lalat itu sdh berusaha keras? Kenapa dia tidak berhasil?”.


Semut tua itu menjawab


“Lalat itu bagaikan seorg yg tdk kenal menyerah & telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara² yg sama”.


Semut tua dengan mimik & nada serius berkata:


“Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dgn cara yg sama namun mengharapkan hasil yg berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini”.


“Para pemenang tdk melakukan hal² yang berbeda, mereka hanya melakukannya dgn cara yg berbeda”.


Jadilah PEMENANG



http://www.facebook.com/yeseverythingispossible?ref=stream